Tuesday, July 10, 2007

High Speed Photography

High Speed Photography


High Speed Photography (HSP) atau Fotografi kecepatan tinggi biasa digunakan oleh Ilmuwan untuk keperluan riset dibidang antara lain Fisika, kimia, metalurgi, biologi dll.

Dua faktor yang diperlukan pada HSP adalah :

1. Kecepatan expose yang super tinggi (1/10.000 – 1/50.000 detik malah untuk keperluan khusus bisa 1/1.000.000 detik), Kecepatan tinggi ini tidak bisa di lakukan oleh bukaan Rana, sehingga diperlukan pendekatan lain yaitu dengan durasi nyala lampu kilat yang singkat.

2. Moment expose yang harus tepat, ini yang paling susah jika kita hanya mengandalkan kecepatan reflek panca indra (selain itu ada delay expose dari kamera kita yang tidak memungkinkan kita menggunakannya), untuk itu diperlukan system sensor yang bisa mentriger lampu kilat pada saat yang kita inginkan.


1. Lampu Kilat

Pada dasarnya semua lampu kilat yang ada dipasaran bisa digunakan asalkan kita mau memodifikasi lampu kilat tsb (rangkaian elektronikanya ada yang dirubah), yang mudah memodifikasi adalah lampu kilat yang mempunyai fungsi Auto atau TTL , baik secara permanen dengan membongkar alat elektronikanya (Hanya menghubung singkat rangkaian tyristornya saja) atau memanipulasi sensor lampu kilat dengan sebuah kertas putih saja.


Yang lebih mudah lagi jika lampu kilatnya mempunyai fasilitas mengecilkan power (ada yang bisa ½ , ¼ , 1/8 , …, sampai 1/128) karena semakin kecil power yang dihasilkan maka semakin kecil durasi nyala lampu (lihat gambar)

  • Kurva hitam adalah karakteristik nyala lampu kilat dengan kekuatan penuh.
    Kurva hijau, kurva power untuk lampu kilat tipe tertentu jika dikurangi kekuatan powernya.

  • Kurva merah dan biru karakteristik nyala lampu kilat pada umumnya jika dikuranggi kekuatan powernya. (selain durasi lebih pendek, Intensitas juga lebih kecil).

  • Yang digunakan biasanya adalah Te yaitu durasi nyala pada 1/3 (atau ½) peak power.

  • Pada umumnya durasi efektif (Te) lampu kilat sekitar 1/500 – 1/1.000 detik ( 2.000 – 1.000 mikrodetik dengan 1 mikrodetik = 1/1.000.000 detik), dengan mengecilkan besar kekuatan (power) lampu maka kita bisa mengecilkan durasi Te sampai 200 – 20 mikrodetik atau 1/5.000 -1/50.000 detik) Semakin kecil powernya semakin kecil durasi nyala lampu, jadi idealnya adalah kita mempunyai lampu blitz yang mempunyai GN sangat besar sehingga jika kita menggunakan 1/32 power, GN-nya masih cukup besar untuk expose foto).

( Mengenai cara modifikasi secara elektronik saya belum bisa bahas karena saya juga harus banyak buka buku elektronika lagi nih…., tapi pada prinsipnya alat sensor lampu kilat adalah sensor cahaya yang jika terkena cahaya banyak makaia akan mempunyai nilai hambatan (ohm) yang kecil nah sensor ini yang kita hubung-singkatkan (atau pakai hambatan geser/ variabel resistor) sehingga kita bisa mengatur power lampu kilat.)

2. Sensor Triger

Yang kita perlukan dalam HPS adalah sensor yang mengenali momen berbentuk bisa: suara, gerak, kontak, dan lintasan. Selain itu kita memerlukan penunda waktu (delay timer) untuk memastikan kita kapan kita menginginkan lampu kilat kita menyala, (Penunda waktu ini bisa kita atur lama-tidaknya dalam orde mikro dan milidetik dengan mengubah nilai kapasitansi Capasitor dan/atau nilai hambatan resisstor.)


Sedangkan sensor kontak dapat kita buat secara manual, dengan prinsip ketika ada objek mengenai (menekan) sensor kontak (seperti bola jatuh) maka ia akan terhubung, dan kabelnya kita bisa hubungkan ke lampu kilat atau ke penunda waktu dulu (mengenai bentuk nanti saya lampirkan pada tulisan selanjutnya, sekarang saya juga sedang mendesain sensor kontak yang cukup kecil dan efektif)

(Mengenai cara merangkai dan mengunakannya nanti akan saya lampirkan pada tulisan selanjutnya)


3. Menghitung lama durasi lampu dan delay timer

Ada beberapa cara untuk menghitung durasi (Te) lampu kita, apakah sudah cukup cepat untuk membekukan objek foto yang akan kita foto, salah satunya adalah dengan menggunakan kipas angin, sebenarnya kita bisa menghitung secara tepat berapa milidetik Te lampu, jika kita mengetahui secara tepat berapa RPM kipas angin yang kita punyai (mungkin bisa dilihat dari spek barang, atau memakai dynamo yang dijual dipasaran yang sudah diketahui RPM-nya), jika kita tidak mengetahuinya kita hanya bisa mengukur secara kualitatif saja.


Caranya :

  • Potong karton hitam dengan pola bundar.

  • buat tanda garis putih (dari arah poros kearah luar, tipis saja) dan tempelkan double tape di belakang karton .

  • lepas jeruji kipas angin lalu tempelkan karton yang sudah digunting.

  • Nyalakan kipas angin pada kecepatan tertinggi, foto diruangan yang cukup gelap dengan menggunakan lampu kilat yang akan kita ukur Te-nya, dari bayangan tanda yang kita dapat kita dapat mengukur berapa derajat gerakan tanda dan jika kita ketahui RPM kipas angin atau Te pada full power, maka dengan matematika sederhana kita bisa ukur berapa Te lampu kita. Pada percobaan yang saya lakukan Te lampu kilat = 1/900 detik (didapat dari speksifikasi lampu kilat) dan simpangan garis =5,5 derajat maka dengan power = 1/16 didapat simpangan garis =0,4 derajat sehingga didapat Te 1/16 = 0,4/5.5*1/900 = 1/12.375 detik. Berhubung saya tidak mempunyai kipas angin yang lebih cepat lagi RPM-nya maka pengukuran Te dengan power yang lebih kecil jadi sulit dilakukan. Diperlukan RPM yang 4-5 kali lebih tinggi agar pengukuran dapat dilakukan lebih akurat.



Te: 1/900 detik




Te: 0,4/5.5*1/900 = 1/12.375 detik

  • Untuk mengukur interval (jeda waktu delay timer) dibutuhkan 2 buah lampu kilat, yang satu dihubungkan kabel trigger input delay timer dan yang satu output delay timer. Atur varibel resistor dan foto di ruangan yang gelap. Dari dua garis putih didapatkan perbedaan sudut sehingga kita dapat menghitung jeda delay timer.

4. Eksperimen.

Banyak hal yang kita bisa lakukan jika sensor sudah jadi :

1. sensor suara, memotret objek yang bersuara keras seperti : lampu pecah, balon meledak, pukulan bola tenis, golf, peluru pistol, dsb.

Pada percobaan ini saya menggunakan Table top dengan akrilik, kaca gelap yang dibawahnya dilapisi karton hitam, 1 lampu kilat (power 1/32) yang diletakkan di belakang akrilik, kain hitam di kiri, kanan, belakang dan atas table top. Dilakukan tes pendahuluan berupa pencahayaan dengan lampu mati dan pencahayaan dengan lampu dinyalakan, dari sini didapatkan nilai diafragma dan jarak lampu kilat ke akrilik (karena kita tidak bisa seenak mengatur diafragma dan power lampu kilat, selain itu untuk menghasilkan efek vinyet pada foto).

Seting Pemotretan

Tes Pencahayaan

2. Sensor cahaya (dark triger), prinsip dari sensor ini adalah jika ada benda melewati optocopler (pasangan antara LED infra merah dan Photo transistor) maka sinar LED akan terhalang benda sehingga Photo transistor tidak mendapat cahaya (kondisi gelap) maka sensor akan mentriger lampu. Jadi kita bisa memotret : tetesan air, jatuhnya benda, gerak dawai/senar/karet bergetar, memotret binatang kecil (lebah, burung kolibri dll), jika jarak antara LED dan photo transistor sangat lebar maka diperlukan sistem pemfokusan cahaya atau menggunakan sinar laser (yang banyak dijual sebagai mainan anak)

Pada percobaan ini saya menggunakan Table top dengan akrilik, kaca gelap yang dibawahnya dilapisi karton hitam, 1 lampu kilat (power 1/16) yang diletakkan di belakang akrilik, kain hitam di kiri, kanan, belakang dan atas table top. Sebelumnya dilakukan percobaan dengan menjatuhkan uang dari atas sensor lalu memutar variable resistor juga ketinggian sensor untuk mendapatkan efek jatuh yang diinginkan, selain itu juga didapatkan letak (juga jarak) lampu kilat yang tepat untuk menghasilkan efek pencahayaan yang diinginkan.

Seting Pemotretan




Tes Pencahayaan dan letak jatuh

3. Sensor kontak, Kita bisa memotert pantulan Bola, binatang, pukulan bola di raket dll. (percobaan akan saya lakukan dalam waktu dekat)

Kunci dari keberhasilan pemotretan adalah :

  1. Mengatur delay timer agar kita bisa mendapat moment yang tepat, ini memerlukan percobaan berkali-kali, catat setiap perubahan setingan delay timer dan jarak sensor ke POI kita.

  2. Pencahayaan, ini karena kita hanya mempunyai 1 lampu yang ber GN kecil. Bisa juga kita mengunakan 2 lampu, asal bermerek dan tipe sama dan lampu kita hubungkan ke trigger yang sama, jangan menggunakan sistem slave unit, karena slave unit akam menyebabkan waktu nyala yang berbeda (walaupun hanya berkisar mili detik, tapi pada HPS ini ditabukan.

  3. Jika kita memakai satu lampu usahakan lampu dekat dengan objek, jika objeknya cukup besar maka kita harus memakai pembaur (soft box kecil) agar kontras dan bayangan objek terjaga. Lalu gunakan refektor yang nilai reflektifnya tinggi (bisa kertas alumunium atau bahkan cermin).

  4. Jika kita punya DSLR, akan lebih membantu lagi, karena kita bisa pasang di ISO 200 atau 400, jadi keterbatasan GN kecil bisa direduksi, dan kita bisa menggunakan diafragma yang cukup kecil bukaannya, untuk mendapatkan DOF yang rentangnya lebar.

  5. Karena kita akan menggunakan kecepatan B, atau beberapa detik (2-4 detik), maka ruangan harus cukup gelap (tidak harus gelap total), dan ini menimbulkan kesulitan lain, seperti pengaturan gerakan kita, gunakan senter kecil untuk mempermudah percobaan kita.

  6. Gunakan Alat Bantu agar percobaan berhasil, seperti tripot, isolasi , kain hitam dll, agar tidak terlalu pusing dalam melakukan percobaan.

  7. Dan terakhir.., banyak-banyak bermimpi dan berkhayal mau bikin eksperimen apa yang belum pernah dicoba.
  • No comments: