Saturday, July 21, 2007

Pengetahuan Dasar Kamera Digital

Apa yang dimaksud dengan Digital?Sebelum kita membahas apa itu kamera digital, mungkin kita bisa mencoba mengerti dulu apa sih yang dimaksud dengan Digital? Bagi yang belum tahu, dunia kita ini semuanya adalah analog. Bisa dibilang manusia mengenal digital tidak terlalu lama. Dahulu kala semua mesin dan peralatan mesin dijalankan secara analog, bahkan sampai sekarang pun masih banyak mesin yang masih menjalankan system analog. Contoh terutama adalah kamera anda sendiri. Lensa anda memakai teknologi mekanik. Meski demikian kamera yang memakai film sebagian besar pasti mempunyai bagian yang memakai teknologi digital. Jika kamera itu mempunyai panel LCD, sudah pasti itu merupakan teknologi digital. Menurut saya "Digital is the future", mau tidak mau kita tidak bisa menghindar bahwa semua yang ada di sekitar kita akan memakai teknologi digital.Apa yang dimaksud dengan Kamera Digital?Saya rasa semua orang pasti pernah melihat kamera. Kalau tidak mana mungkin anda mengunjungi site ini. Tapi mungkin saja sebagian dari anda yang belum pernah memegang kamera digital (tidak bermaksud mengejek). Secara penampilan kamera digital mirip dengan kamera biasa (jenis film), perbedaan terbesar kamera digital tidak memakai film. Lupakan lah pergi ke toko membeli film setiap kali anda mau pergi memotret. Kamera digital tidak memerlukan film sama sekali. Ini semua diganti dengan media penyimpan yang bisa dihapus ulang, layaknya disket komputer. Nah disket komputer khan mempunyai kapasitas sendiri, sama juga dengan memory kamera ini. Sizenya dari 8MB sampai ke 4GB (4000 MB), data ini valid pada saat Dec 2003. Formatnya pun bermacam-macam, sebagai contoh: Compact Flash (Type 1 dan 2), SD card, MMC card, Memory Stick (Khusus kamera Sony), Disket, CDR. Satu hal yang pasti dari adanya media seperti ini, anda bisa menghemat biaya karena media ini bisa dipakai berkali-kali.Mari kita masuk ke bagian teknikal dari kamera digital ini. Pertanyaan.... bagaimana kamera digital menangkap cahaya yang masuk dari lensa? Cahaya ini tidak ditangkap oleh memory (lihat atas), kerja memory hanya menyimpan gambar yang sudah diproses. Cahaya yang masuk sebenarnya ditangkap oleh CCD sensor atau CMOS sensor. CCD (Charged Coupled Device) dan CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) adalah suatu chip yang terletak tepat di belakang lensa anda. CCD Sensor (Tidak sesuai ukuran asli). Ukuran asli jauh lebih kecilUntuk kebanyakan kamera digital di pasaran chip ini kecil sekali, lebih kecil dari ukuran film 35mm. Pada saat ini hanya satu kamera saja yang mempunyai sensor sebesar 35mm yaitu Canon 1Ds. Jadi untuk kamera digital, sensor inilah yang dimaksud dengan film. CCD dan CMOS adalah 2 teknologi yang umum digunakan di dalam kamera. Umumnya kamera yang ada di pasaran menggunakan CCD sensor. Masih ada satu jenis chip yang dinamakan X3 sensor, tapi ini masih belum umum digunakan karena masih mahal harganya dan kualitas photo yang dihasilkan masih tidak terlalu berbeda dengan 2 sensor yang saya utarakan sebelumnya. Setiap kali anda membeli kamera pasti ditanya mau beli yang berapa megapixel, tahukan anda megapixel disini adalah jumlah pixel pada CCD atau CMOS sensor anda. Jadi kalau anda mempunyai 4 MegaPixel camera, berarti CCD sensor anda mempunyai sekitar 4,000,000 pixel. Satu pixel itu sangat kecil, dan satu pixel itu hanya menangkap satu jenis warna. Jika sensor diatas diperbesar sampai pixelnya terlihat maka kira-kira yang akan anda lihat seperti gambar dibawah.Kebanyakan sensor di pasaran memakai format RGBG, pixel untuk menangkap warna hijau lebih banyak. Pixel-nya sendiri tidak berwarna, diatas pixel ada coating warna.Berhubung kamera digital mempunyai sensor yang lebih kecil dari film, maka panjang fokal lensa pun tidak berlaku seperti layaknya pada kamera film biasa. Idealnya sih seharusnya ukuran sensor harus setara dengan film, tetapi itu merupakan hal yang tidak memungkinkan. Sebab untuk membuat ukuran sensor sebesar film maka harga kamera anda bisa selangit (Hanya Canon 1Ds mempunyai sensor sebesar 35mm, harganya $$$$). Lagipula dengan ukuran yang mini seperti sekarang saja, kualitas gambar sudah lumayan memuaskan.Plus and Minus of a Digital CameraSeperti yang saya utarakan terlebih dahulu bahwa "Digital is the future", maka saya akan memberikan beberapa point plus dari Kamera digital dibanding kamera yang memakai film:- Kalau dihitung secara jangka panjang, kamera digital lebih murah. Sebab tidak perlu membeli film, dan hasil potret yang gagal bisa dihapus dan tinggal mengambil shot lagi.- Hasil potret real time, kita dapat melihat hasil apakah bagus apa tidak.- Karena format sudah digital maka untuk proses editing sangat mudah, hanya perlu dihubungkan ke komputer dan diedit (Scanner sudah tidak diperlukan lagi)- Memory kamera digital sangatlah besar sehingga anda tidak perlu terlalu cepat membeli memory baruTidak ada teknologi yang sempurna, maka dari itu saya perlu memberikan point minus dari kamera digital:- Kamera digital cenderung memiliki shutter lag yang lebih lama dibanding kamera jenis film.- Harga kamera yang cenderung mahal dibanding kamera jenis film- Karena ukuran sensor yang tidak sesuai dengan kamera jenis film, maka untuk mendapatkan wide angle shot pada DSLR diharuskan membeli lensa yang lebih lebar.Sekian dulu artikel ini, semoga pengetahuan ini dapat berguna bagi para pembaca. Semua pengetahuan yang ada disini saya ambil dari berbagai sumber, salah satu sumber yang menurut saya sangat lah lengkap adalah dpreview.com. Silahkan mengunjungi site ini, untuk pengetahuan kamera digital bisa klik link "Glossary". Untuk buku yang membahas Digital Photography, saya sarankan buku dari Tom Ang berjudul "Digital Photographer's Handbook". Buat anda yang ingin belajar mengenai basic photography saya bisa menyarankan "National Geographic Photography Field Guide: Secrets to Making Great Pictures".


Kali ini saya mencoba untuk menjelaskan lebih jauh mengenai kamera digital. Untuk artikel kali ini saya akan membandingkan kamera digital dengan kamera analog. Topik yang akan dibahas sebagai berikut: - Ukuran sensor pada kamera digital dibanding dengan kamera analog - Penggunaan ISO pada kamera digital - ‘Focal Length’ antara DSLR dengan SLR Ukuran sensor pada kamera digital dibanding dengan kamera analog Seperti yang saya utarakan pada artikel sebelumnya. Kamera digital kelas prosumer dan consumer mempunyai sensor CCD/CMOS yang sangat kecil. Sebagai perbandingan silahkan lihat gambar di bawah.



Kamera yang menggunakan 1/1.8 sensor biasanya adalah kamera kelas consumer, contoh: Olympus C-5060. Kamera yang menggunakan 2/3 sensor, contoh: Sony F717, Nikon 5700. Kelas DSLR menggunakan sensor yang lebih besar, seperti Canon D60 menggunakan 4/3 format. Sampai saat ini hanya satu digital kamera yang mempunyai sensor sebesar 35mm, kamera itu adalah Canon 1Ds. Jika anda ingin tahu ukuran sensor kamera anda, silahkan check ‘data sheet’ kamera anda, bisa didapat dari http://www.dpreview.com/ atau http://www.imaging-resource.com/ Total pixel antara sensor 2/3 dengan 4/3 bisa saja sama, contoh: 4 Megapixel (4 juta pixel). Yang membedakan keduanya adalah ukuran pixel. Semakin luas suatu sensor maka makin besar pula pixelnya. Pixel yang lebih besar akan menguntungkan pada penggunaan ISO yang tinggi. Penggunaan ISO pada kamera digital Dengan menggunakan sensor yang lebih besar maka otomatis pixelnya juga lebih besar. Pixel yang lebih besar memungkinkan kita untuk menggunakan ISO yang lebih tinggi. Maka dari itu jangan kaget apabila beberapa DSLR mempunyai ISO setting sampai 3200. Dimana pada kamera kelas prosumer seperti G3, ISO 400 akan menghasilkan foto dengan noise yang sangat tinggi. Ini semua disebabkan oleh sensor size, semakin besar semakin bagus. Tetapi tentu saja sensor itu salah satu component yang paling mahal di kamera digital. Berhubung kamera digital tidak mempunya film maka setting ISO dilakukan oleh perangkat elektronik di dalam kamera anda. Sewaktu anda merubah ISO value misal dari ISO100 ke ISO200, kepekaan sensor didalam kamera anda ditingkatkan. Dan di dalam dunia elektronik, nothing is perfect. There is always something to trade. Sewaktu ISO ditingkatkan sensor kamera anda diset supaya lebih sensitif terhadap cahaya. Misalkan sewaktu menggunakan ISO100 anda harus menggunakan shutter speed 1/15, apabila anda menaikkan ISO rating menjadi ISO200 maka otomatis shutter speed menjadi 1/30 (1 stop difference). The down side is, kalau sensor dinaikkan maka sensor akan mudah menangkap ‘noise’. ‘noise’ berwujud bercak-bercak di dalam foto anda, ‘noise’ akan lebih terlihat jelas apabila anda mencoba mengambil shot pada situasi minim cahaya. Contoh lain ibarat kalau anda mendengarkan lagu dengan perangkat Hi Fi, jika volume kecil maka suara yang muncul akan jernih. Tetapi bila anda mencoba menaikkan volume, maka pada suatu saat suara yang muncul akan terdengar pecah. Kira-kira seperti inilah noise itu. ‘Focal Length’ antara DSLR dengan SLR Penjelasan dibawah ini hanya berguna bagi pemilik SLR dan DSLR, kamera digital kelas prosumer tidak perlu pusing tentang ‘focal length’ sebab lensa yang ada di kamera terpasang mati. Apabila anda membeli lensa tele 100mm dan dipasang ke kamera SLR anda, maka 100mm itu adalah ‘focal length’ lensa anda. Tetapi bila anda memasang lensa yang sama pada DSLR contoh Canon 300D, maka ‘focal length’ yang didapat bukan 100mm, tetapi 160mm (100mm x 1.6). Sebenarnya ‘focal length’ lensa anda tetap 100mm, tetapi ‘angle of view’ akan membuat hasil foto anda seolah-olah dihasilkan dari lensa 160mm. Ini berhubung dengan ukuran sensor kamera anda yang lebih kecil dari 35mm. Hal ini hanya berlaku pada kamera yang mempunyai ukuran sensor lebih kecil dari 35mm, Canon 1Ds tidak mengalami hal diatas. Agar lebih jelasnya, silahkan lihat di foto dibawah ini.


Full frame adalah hasil dari lensa 100mm yang dipasang pada Canon 1Ds atau kamera SLR. Kotak kecil didalamnya, adalah hasil yang anda dapatkan bila kita memasang lensa yang sama pada Canon 10D atau 300D. Sepintas kita berpikir bahwa kita mendapat untung, sebab dengan membeli 100mm maka dapat menghasilkan 160mm. Memang betul, cuman ini semua hanya ilusi sebab panjang fokal lensa anda tetap 100mm, hanya gambar yang dihasilkan seolah-olah berasal dari 160mm lensa. DOF (Depth of Field) yang dihasilkan juga sesuai dengan perhitungan lensa 100mm, bukan 160mm. Dan satu lagi hal yang membikin sebagian orang kesal apabila anda suka memakai lensa lebar (Wide angle lens), maka anda harus membeli lensa yang lebih lebar untuk mendapatkan efek yang anda inginkan. Bayangkan suatu shot harus menggunakan lensa 24mm di kamera SLR, tetapi sewaktu anda memasang 24mm ke DSLR anda maka ‘effective focal length’ menjadi 38.4 (24mm x 1.6). Jadi untuk mendapatkan 24mm, anda harus membeli lensa lebih lebar. Tentu saja semakin lebar suatu lensa maka semakin mahal, maka bagi pecinta wide angle shot bakal kecewa dengan keterbatasan ini. Kecuali anda menggunakan Canon 1Ds yang mempunyai sensor sebesar 35mm, so what you see is what you get.
Conclusion Kelihatannya dari awal yang kita baca cuman sisi negatif melulu dari kamera digital. Sebenarnya kalau mau lihat sisi positif, maka sisi negatif itu bisa dilupakan. Bayangkan anda tidak perlu membeli film lagi, tidak perlu capek-capek scan film/slide, tidak perlu pusing soal ISO dan masih banyak lagi. Akhir kata, as I always said. Digital is the future, sooner or later film will be phase out. Mungkin film masih bisa survive, tetapi hanya sebagai pendamping digital.

Wednesday, July 18, 2007

Foto - Foto Kolase






Kami juga siap mendesign foto - foto digital anda dan dimasukkan kedalam Album anti gores 40 halaman.

Sunday, July 15, 2007

Memperbaiki Tone Nikon D70 dengan Custom Curve

Artikel ini ditulis sekedar untuk sharing mengenai cara meningkatkan kemampuan D70. Seperti yang mungkin dirasakan oleh saya sendiri dan sebagian teman-teman pemilik kamera DSLR Nikon D70, yaitu warna yang dihasilkan Nikon D70 terkadang terlihat 'mati', memang warna yang dihasilkan D70 natural, namun belum bisa membuat gambar tersebut menjadi 'hidup'.
Masalah ini mungkin dapat diatasi dengan melakukan berbagai custom setting, seperti white balance, saturation dan color space, namun cara ini akam memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Setelah cari sana sini (lewat google :P) ternyata ada cara yang lebih mudah untuk ditempuh, yaitu dengan menggunakan fasilitas custom curve yang dimiliki oleh D70, ternyata warna D70 bisa di tuning agar sesuai dengan keinginan kita dengan menggunakan software Nikon Capture 3 ke atas (yang saya gunakan adalah Nikon Capture Versi 4.1 - Trial).
Sebagai permulaan, anda bisa coba untuk men-download curves yang sudah saya kumpulkan dari berbagai sumber (download curve disini). Jika anda sudah cukup mengerti mengenai cara kerja curve dan efeknya terhadap gambar yang dihasilkan, adapun dapat membuat custom curve anda sendiri dengan menggunakan software Nikon Capture.
Note: penggunaan custom curve hanyalah sebagai metode alternatif, dan untuk mengurangi beban Post processing bagi fotografer, yang biasanya mengambil ratusan gambar dalam satu sesi, dan kemudian melakukan post processing di software image editing (kebanyang kan repotnya ngurusin ratusan foto satu per satu, hanya untuk memperbaiki tone warna dari foto tersebut :P, dan coba bayangkan betapa terbantunya sang fotografer, bila curve yang biasa digunakan langsung di apply ke foto oleh si kamera sendiri :D)
Ok, setelah anda men-download curve tadi, extarct curve tersebut ke sebuah folder, dan ikuti langkah 2x berikut, untuk meng-install curve tersebut ke D70 anda.
1. Nyalakan D70 anda, dan masuk ke menu, pilih menu tools (diwakili oleh icon berbentuk kunci pas - berwarna kuning) lalu pilih menu USB, dan set menu USB tersebut menjadi PTP (secara default D70 menggunakan setting USB 'Mass Storage'), keluar dari menu dan matikan kamera anda.
2. Hubungkan konektor USB kamera anda ke komputer, kemudian nyalakan kamera anda. (biasanya akan muncul dialog installsi hardware baru, tunggu sampai dialog tersebut selesai)
3. Ketika anda meng-install software Nikon capture, maka anda akan menemui 2 jenis software yaitu: - Nikon Capture Camera Control - Nikon Capture Editor Untuk kepentingan installasi curve, kita akan menggunakan Nikon Capture Camera Control.
4. Ketika kamera sudah terhubung ke komputer, jalankan program Nikon capture Camera Control.
5. Pilih menu 'Camera' - 'Edit Camera Curve', maka akan muncul dialog window, yang berisi, informasi curve yang digunakan kamera dan sebuah sample image.
6. Klik tombol 'Load...' kemudian pilih salah satu curve yang sudah anda extract.
7. untuk meng-install curve tersebut ke dalam kamera anda, klik tombol 'OK' dibawah sample image. (mungkin anda akan melihat bahwa warna sample image terlihat tidak bagus, abaikan saja, karena warna yang akan dihasilkan kamera anda akan sangat berbeda denagn warna pada sample image).
8. Setalah Klik OK, maka windowedit curve akan tertutup, matikan software nikon capture anda, baru kemudian matikan kamera anda, dan cabut kabel usb yang terhubung di kamera.
9. Nah sudah bisa dicoba deh D70 dengan Curve baru yang sudah di Install :) dan Rasakan Bedanya :D
URL yang cukup berguna untuk informasi lebih lanjut mengenai Custom Curve Nikon D70: http://members.aol.com/bhaber/D70/curves.html http://fotogenetic.dearingfilm.com/index.html
http://www.pbase.com/oldskoo1/the_curves

Oleh Dharma Saputra

Tuesday, July 10, 2007

Membeli kamera atau lensa baru dan bekas

Banyak fotografer lebih suka membeli kamera atau lensa dalam keadaan baru. Ini adalah suatu hal yang wajar, karena kita akan mendapatkan model terbaru, kondisi peralatan yang prima, dan umumnya mendapatkan masa garansi. Bila budget yang tersedia mencukupi, maka membeli kamera atau lensa dalam keadaan baru mungkin adalah pilihan terbaik.

Tips membeli kamera atau lensa baru:

  1. Tentukan fasilitas kamera yang diperlukan, tipe dan merek yang diinginkan sesuai dalam
    rentang budget yang tersedia. Untuk mendapatkan gambaran rentang harga, hubungi beberapa toko kamera melalui telepon.
  2. Kunjungi toko kamera dan coba beberapa tipe kamera pilihan anda, untuk merasakan kamera
    yang akan anda beli. Pemilihan tipe dan merek adalah sangat bersifat personal/pribadi
    sehingga anda sebaiknya mencoba sendiri semua segi pemilihan yang penting untuk anda
    (spesifikasi, ergonomi, kontrol, kemudahan pemakaian).
  3. Dapatkan lensa terbaik sesuai budget anda. Lensa adalah bagian kamera yang akan
    membentuk dan menentukan kualitas hasil foto, sehingga (menurut pendapat saya) lebih
    penting dari body kamera yang digunakan. Untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas
    lensa, lihat di PhotoZone atau Photodo web site.

Tetapi membeli dalam keadaan bekas pakai/secondhand patut pula dipertimbangkan. Selain
harga yang lebih murah, ada beberapa alasan untuk membeli kamera atau lensa dalam keadaan
bekas, diantaranya: anda menginginkan kamera atau lensa dengan spesifikasi tertentu tetapi
terlalu mahal untuk membeli dalam keadaan baru; atau anda menginginkan backup kamera
(untuk digunakan dengan lensa atau film jenis lainnya). Berikut ini adalah panduan untuk
membeli kamera atau lensa dalam keadaan bekas (khususnya kamera auto fokus):

Tips membeli kamera bekas:

  1. Periksa keadaan umum kamera, yang akan memberikan gambaran bagaimana pemilik sebelumnya
    merawat dan menggunakan kamera tersebut. Hindari kamera dengan cacat luar ataupun cacat
    dalam yang nyata.
  2. Nyalakan kontrol kamera, dan cek apakah seluruh fungsi dan tombol kontrol atau dial
    kamera berjalan dengan semestinya.
  3. Coba fungsi autofokus dengan sebuah lensa untuk tes, apakah berjalan dengan baik dan
    akurat.
  4. Lihat dari viewfinder kamera dan pastikan gambar dan viewfinder display (bila ada)
    terlihat jelas. Sedikit partikel debu atau kotoran umum didapati pada kamera bekas, tetapi
    adanya cacat/benda asing di viewfinder harus dihindari.
  5. Cek kondisi dan fungsi LCD panel. Cobalah mengganti mode eksposure untuk memastikan
    setiap mode terdisplay dengan baik.
  6. Cek shutter pada berbagai speed/kecepatan, dari yang tercepat sampai terlambat. Anda
    seharusnya akan dapat mendengar adanya perbedaan waktu sesuai dengan pengesetan speed
    shutter pada proses pemotretan.
  7. Lepaskan lensa dan lihat bagian dalam kamera dari arah depan. Cek kondisi kaca/mirror
    apakah tidak terdapat goresan atau retakan dan apakah kaca membuka/menutup kembali dengan
    semestinya dalam setiap proses pemotretan. Juga periksa kondisi focusing screen (di bagian
    atas kaca) apakah dalam kondisi baik dan bebas goresan.
  8. Lihat keadaan mount lensa pada body. Pastikan tidak terdapat distorsi atau kerusakan
    mount karena benturan, dan seluruh pin atau gear/lever pada mount dalam keadaan baik.
  9. Buka bagian belakang kamera, dan lihat keadaan shutter. Seluruh blade shutter harus
    dalam keadaan rata dan tanpa goresan. Set kamera pada speed lambat, dan tekan tombol
    shutter untuk melihat dan memastikan shutter dapat terbuka dalam keadaan penuh. Cek juga
    kondisi rail film dan pressure-plate, yang harus dalam keadaan bebas dari goresan.
  10. Mintalah bantuan petugas/penjual untuk memasang tes film di dalam body. Cek apakah
    kamera me-load, wind, dan rewind film dengan semestinya.
  11. Bukalah kompartemen baterai, untuk meyakinkan tidak terdapat kerusakan kontak pin yang
    disebabkan oleh baterai bocor.
  12. Bila mungkin, mintalah masa garansi (1 atau 3 bulan) dari penjual.
Tips membeli lensa bekas:
  1. Periksa keadaan umum lensa, dan hindari lensa dengan cacat yang nyata.
  2. Goyangkan lensa. Tidak terlalu keras, tetapi cukup kuat untuk mendengar dan mendeteksi
    bila ada elemen gelas di dalam lensa yang tidak terpasang dengan baik atau bahkan
    terlepas.
  3. Periksa bagian depan dan belakang lensa dengan seksama. Hindari lensa dengan elemen
    depan/belakang yang tergores, retak, atau pecah kecil/gumpil.
  4. Lihat bagian dalam lensa ke sumber cahaya (misalnya lampu). Sedikit debu merupakan hal
    yang umum, sedikit jamur (kemungkinan besar) dapat dibersihkan atau diservis. Sebaiknya
    hindari lensa dengan jamur yang banyak dan tebal, atau mempunyai partikel asing di
    dalamnya.
  5. Pasang lensa pada kamera (sebaiknya milik anda) dan yakinkan seluruh fungsi kamera dan
    lensa berjalan dengan semestinya.
  6. Periksa apakah aperture dalam lensa menutup sesuai pengesetan dalam pemotretan. Buka
    bagian belakang kamera, set dalam mode Bulb, dan tekan tombol shutter. Lakukan tes ini
    pada seluruh rentang aperture lensa.

  7. Periksa fungsi autofokus pada lensa, apakah berjalan dengan semestinya dan akurat.
  8. Periksa manual fokus ring pada lensa. Yakinkan manual fokus ring berfungsi dengan baik,
    tanpa suara atau sendatan pada mode manual fokus.
  9. Bila lensa tipe zoom, periksa apakah mekanisme zoom lensa berjalan dengan halus dan
    lancar. Hindari lensa dengan mekanisme zoom yang tersendat-sendat, terlalu keras, atau
    terlalu kendor.
  10. Periksalah filter thread pada bagian depan lensa, dan yakinkan tidak terdapat kerusakan
    atau kemacetan. Bila ragu-ragu, lakukan tes dengan memasang sebuah filter pada lensa
    tersebut.
  11. Bila mungkin, mintalah masa garansi dari penjual.

    Disarikan dari pengalaman pribadi, dan beberapa buku referensi tambahan (Canon EOS Systems Guide, Photographer handbook)
Oleh: Bambang Suroyo

High Speed Photography

High Speed Photography


High Speed Photography (HSP) atau Fotografi kecepatan tinggi biasa digunakan oleh Ilmuwan untuk keperluan riset dibidang antara lain Fisika, kimia, metalurgi, biologi dll.

Dua faktor yang diperlukan pada HSP adalah :

1. Kecepatan expose yang super tinggi (1/10.000 – 1/50.000 detik malah untuk keperluan khusus bisa 1/1.000.000 detik), Kecepatan tinggi ini tidak bisa di lakukan oleh bukaan Rana, sehingga diperlukan pendekatan lain yaitu dengan durasi nyala lampu kilat yang singkat.

2. Moment expose yang harus tepat, ini yang paling susah jika kita hanya mengandalkan kecepatan reflek panca indra (selain itu ada delay expose dari kamera kita yang tidak memungkinkan kita menggunakannya), untuk itu diperlukan system sensor yang bisa mentriger lampu kilat pada saat yang kita inginkan.


1. Lampu Kilat

Pada dasarnya semua lampu kilat yang ada dipasaran bisa digunakan asalkan kita mau memodifikasi lampu kilat tsb (rangkaian elektronikanya ada yang dirubah), yang mudah memodifikasi adalah lampu kilat yang mempunyai fungsi Auto atau TTL , baik secara permanen dengan membongkar alat elektronikanya (Hanya menghubung singkat rangkaian tyristornya saja) atau memanipulasi sensor lampu kilat dengan sebuah kertas putih saja.


Yang lebih mudah lagi jika lampu kilatnya mempunyai fasilitas mengecilkan power (ada yang bisa ½ , ¼ , 1/8 , …, sampai 1/128) karena semakin kecil power yang dihasilkan maka semakin kecil durasi nyala lampu (lihat gambar)

  • Kurva hitam adalah karakteristik nyala lampu kilat dengan kekuatan penuh.
    Kurva hijau, kurva power untuk lampu kilat tipe tertentu jika dikurangi kekuatan powernya.

  • Kurva merah dan biru karakteristik nyala lampu kilat pada umumnya jika dikuranggi kekuatan powernya. (selain durasi lebih pendek, Intensitas juga lebih kecil).

  • Yang digunakan biasanya adalah Te yaitu durasi nyala pada 1/3 (atau ½) peak power.

  • Pada umumnya durasi efektif (Te) lampu kilat sekitar 1/500 – 1/1.000 detik ( 2.000 – 1.000 mikrodetik dengan 1 mikrodetik = 1/1.000.000 detik), dengan mengecilkan besar kekuatan (power) lampu maka kita bisa mengecilkan durasi Te sampai 200 – 20 mikrodetik atau 1/5.000 -1/50.000 detik) Semakin kecil powernya semakin kecil durasi nyala lampu, jadi idealnya adalah kita mempunyai lampu blitz yang mempunyai GN sangat besar sehingga jika kita menggunakan 1/32 power, GN-nya masih cukup besar untuk expose foto).

( Mengenai cara modifikasi secara elektronik saya belum bisa bahas karena saya juga harus banyak buka buku elektronika lagi nih…., tapi pada prinsipnya alat sensor lampu kilat adalah sensor cahaya yang jika terkena cahaya banyak makaia akan mempunyai nilai hambatan (ohm) yang kecil nah sensor ini yang kita hubung-singkatkan (atau pakai hambatan geser/ variabel resistor) sehingga kita bisa mengatur power lampu kilat.)

2. Sensor Triger

Yang kita perlukan dalam HPS adalah sensor yang mengenali momen berbentuk bisa: suara, gerak, kontak, dan lintasan. Selain itu kita memerlukan penunda waktu (delay timer) untuk memastikan kita kapan kita menginginkan lampu kilat kita menyala, (Penunda waktu ini bisa kita atur lama-tidaknya dalam orde mikro dan milidetik dengan mengubah nilai kapasitansi Capasitor dan/atau nilai hambatan resisstor.)


Sedangkan sensor kontak dapat kita buat secara manual, dengan prinsip ketika ada objek mengenai (menekan) sensor kontak (seperti bola jatuh) maka ia akan terhubung, dan kabelnya kita bisa hubungkan ke lampu kilat atau ke penunda waktu dulu (mengenai bentuk nanti saya lampirkan pada tulisan selanjutnya, sekarang saya juga sedang mendesain sensor kontak yang cukup kecil dan efektif)

(Mengenai cara merangkai dan mengunakannya nanti akan saya lampirkan pada tulisan selanjutnya)


3. Menghitung lama durasi lampu dan delay timer

Ada beberapa cara untuk menghitung durasi (Te) lampu kita, apakah sudah cukup cepat untuk membekukan objek foto yang akan kita foto, salah satunya adalah dengan menggunakan kipas angin, sebenarnya kita bisa menghitung secara tepat berapa milidetik Te lampu, jika kita mengetahui secara tepat berapa RPM kipas angin yang kita punyai (mungkin bisa dilihat dari spek barang, atau memakai dynamo yang dijual dipasaran yang sudah diketahui RPM-nya), jika kita tidak mengetahuinya kita hanya bisa mengukur secara kualitatif saja.


Caranya :

  • Potong karton hitam dengan pola bundar.

  • buat tanda garis putih (dari arah poros kearah luar, tipis saja) dan tempelkan double tape di belakang karton .

  • lepas jeruji kipas angin lalu tempelkan karton yang sudah digunting.

  • Nyalakan kipas angin pada kecepatan tertinggi, foto diruangan yang cukup gelap dengan menggunakan lampu kilat yang akan kita ukur Te-nya, dari bayangan tanda yang kita dapat kita dapat mengukur berapa derajat gerakan tanda dan jika kita ketahui RPM kipas angin atau Te pada full power, maka dengan matematika sederhana kita bisa ukur berapa Te lampu kita. Pada percobaan yang saya lakukan Te lampu kilat = 1/900 detik (didapat dari speksifikasi lampu kilat) dan simpangan garis =5,5 derajat maka dengan power = 1/16 didapat simpangan garis =0,4 derajat sehingga didapat Te 1/16 = 0,4/5.5*1/900 = 1/12.375 detik. Berhubung saya tidak mempunyai kipas angin yang lebih cepat lagi RPM-nya maka pengukuran Te dengan power yang lebih kecil jadi sulit dilakukan. Diperlukan RPM yang 4-5 kali lebih tinggi agar pengukuran dapat dilakukan lebih akurat.



Te: 1/900 detik




Te: 0,4/5.5*1/900 = 1/12.375 detik

  • Untuk mengukur interval (jeda waktu delay timer) dibutuhkan 2 buah lampu kilat, yang satu dihubungkan kabel trigger input delay timer dan yang satu output delay timer. Atur varibel resistor dan foto di ruangan yang gelap. Dari dua garis putih didapatkan perbedaan sudut sehingga kita dapat menghitung jeda delay timer.

4. Eksperimen.

Banyak hal yang kita bisa lakukan jika sensor sudah jadi :

1. sensor suara, memotret objek yang bersuara keras seperti : lampu pecah, balon meledak, pukulan bola tenis, golf, peluru pistol, dsb.

Pada percobaan ini saya menggunakan Table top dengan akrilik, kaca gelap yang dibawahnya dilapisi karton hitam, 1 lampu kilat (power 1/32) yang diletakkan di belakang akrilik, kain hitam di kiri, kanan, belakang dan atas table top. Dilakukan tes pendahuluan berupa pencahayaan dengan lampu mati dan pencahayaan dengan lampu dinyalakan, dari sini didapatkan nilai diafragma dan jarak lampu kilat ke akrilik (karena kita tidak bisa seenak mengatur diafragma dan power lampu kilat, selain itu untuk menghasilkan efek vinyet pada foto).

Seting Pemotretan

Tes Pencahayaan

2. Sensor cahaya (dark triger), prinsip dari sensor ini adalah jika ada benda melewati optocopler (pasangan antara LED infra merah dan Photo transistor) maka sinar LED akan terhalang benda sehingga Photo transistor tidak mendapat cahaya (kondisi gelap) maka sensor akan mentriger lampu. Jadi kita bisa memotret : tetesan air, jatuhnya benda, gerak dawai/senar/karet bergetar, memotret binatang kecil (lebah, burung kolibri dll), jika jarak antara LED dan photo transistor sangat lebar maka diperlukan sistem pemfokusan cahaya atau menggunakan sinar laser (yang banyak dijual sebagai mainan anak)

Pada percobaan ini saya menggunakan Table top dengan akrilik, kaca gelap yang dibawahnya dilapisi karton hitam, 1 lampu kilat (power 1/16) yang diletakkan di belakang akrilik, kain hitam di kiri, kanan, belakang dan atas table top. Sebelumnya dilakukan percobaan dengan menjatuhkan uang dari atas sensor lalu memutar variable resistor juga ketinggian sensor untuk mendapatkan efek jatuh yang diinginkan, selain itu juga didapatkan letak (juga jarak) lampu kilat yang tepat untuk menghasilkan efek pencahayaan yang diinginkan.

Seting Pemotretan




Tes Pencahayaan dan letak jatuh

3. Sensor kontak, Kita bisa memotert pantulan Bola, binatang, pukulan bola di raket dll. (percobaan akan saya lakukan dalam waktu dekat)

Kunci dari keberhasilan pemotretan adalah :

  1. Mengatur delay timer agar kita bisa mendapat moment yang tepat, ini memerlukan percobaan berkali-kali, catat setiap perubahan setingan delay timer dan jarak sensor ke POI kita.

  2. Pencahayaan, ini karena kita hanya mempunyai 1 lampu yang ber GN kecil. Bisa juga kita mengunakan 2 lampu, asal bermerek dan tipe sama dan lampu kita hubungkan ke trigger yang sama, jangan menggunakan sistem slave unit, karena slave unit akam menyebabkan waktu nyala yang berbeda (walaupun hanya berkisar mili detik, tapi pada HPS ini ditabukan.

  3. Jika kita memakai satu lampu usahakan lampu dekat dengan objek, jika objeknya cukup besar maka kita harus memakai pembaur (soft box kecil) agar kontras dan bayangan objek terjaga. Lalu gunakan refektor yang nilai reflektifnya tinggi (bisa kertas alumunium atau bahkan cermin).

  4. Jika kita punya DSLR, akan lebih membantu lagi, karena kita bisa pasang di ISO 200 atau 400, jadi keterbatasan GN kecil bisa direduksi, dan kita bisa menggunakan diafragma yang cukup kecil bukaannya, untuk mendapatkan DOF yang rentangnya lebar.

  5. Karena kita akan menggunakan kecepatan B, atau beberapa detik (2-4 detik), maka ruangan harus cukup gelap (tidak harus gelap total), dan ini menimbulkan kesulitan lain, seperti pengaturan gerakan kita, gunakan senter kecil untuk mempermudah percobaan kita.

  6. Gunakan Alat Bantu agar percobaan berhasil, seperti tripot, isolasi , kain hitam dll, agar tidak terlalu pusing dalam melakukan percobaan.

  7. Dan terakhir.., banyak-banyak bermimpi dan berkhayal mau bikin eksperimen apa yang belum pernah dicoba.
  • Wednesday, July 4, 2007

    Fotografi Jusnalistik sebagai Media Komunikasi

    “I don’t know any photojournalists who do the job for the sake of money. They do it to communicate”. (James nachtwey)
    Pendahuluan

    Fotografi jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama sekali, tetapi lain halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh seorang warga negara Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur (1907-1984) yang bekerja sebagai kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya sendiri Frans Soemarto Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica, dan pada saat itulah pada pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis Indonesia lahir.Fotografi JurnalistikDefinisi fotografi dapat diketahui dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada foto yang dihasilkan.
    1. Ciri-ciri foto jurnalis:
    2. Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
    3. Melengkapi suatu berita/artikel.
    Dimuat dalam suatu media.
    Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap, mengapa foto begitu penting ?, karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam/mengabadikan atau menceritakan suatu peristiwa.“Semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi” (Kartono Ryadi, Editor foto harian Kompas). Perbedaan foto jurnalis adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalis berarti memilih foto mana yang cocok. ( ex: di dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil/memfoto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai, tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik, apakah public figure atau saat pemotongan tumpeng saat tumpengnya jatuh, khan menarik) hal lain yang membedakan antara foto dokumentasi dengan foto jurnalis hanya terbatas pada apakah foto itu dipublikasikan (media massa) atau tidak.
    Nilai suatu foto ditentukan oleh beberapa unsur:
    1. Aktualitas.
    2. Berhubungan dengan berita.
    3. Kejadian luar biasa.
    4. Promosi.
    5. Kepentingan.
    6. Human Interest.
    7. Universal.
    Foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian:
    1. Spot news : Foto-foto insidential/ tanpa perencanaan. (ex: foto bencana, kerusuhan, dll).
    2.General news : Foto yang terencana (ex : foto SU MPR, foto olahraga).
    3.Foto Feature : Foto untuk mendukung suatu artikel.
    4.Esai Foto : Kumpulan beberapa foto yang dapat bercerita.
    Foto yang suksesBatasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari “being in the right place at the right time” . Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali. Etika, empati, nurani merupakan hal yang amat penting dan sebuah nilai lebih yang ada dalam diri jurnalis foto.Seorang jurnalis foto harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya fotonya, intinya foto yang dihasilkan harus bisa bercerita sehingga tanpa harus menjelaskan orang sudah mengerti isi dari foto tersebut dan tanpa memanipulasi foto tersebut.

    Oleh: Wendra A

    Monday, July 2, 2007